Seputar Wanita Indonesia

Selamat Datang di Blog Wanita Indonesia Seutuhnya

Rabu, 23 November 2011

Inilah Kesalahan Bikin Karier Anda Terganjal

Inilah Kesalahan Bikin Karier Anda Terganjal
KARIER mulus bisa jadi langsung hancur karena beberapa kesalahan kecil yang Anda buat. Apa sajakah itu?

Membangun tangga kesuksesan memang lebih sulit ketimbang merusaknya yang dapat dilakukan dalam sekejab. Ya, karena kesalahan kecil tak jarang kesukesan yang ada di genggaman amblas seketika. Jika tak ingin terjerat dalam bahaya tersebut, hindari beberapa kesalahan ini ketika bekerja di kantor. Idiva mengulasnya untuk Anda.

Tidak memberikan pemberitahuan sebelum mengundurkan diri

Dalam kontrak kerja, idealnya pemberitahuan diberitahukan satu bulan sebelum kepergian karyawan yang bersangkutan. Hal ini dibutuhkan karena perusahaan memerlukan waktu untuk mencari pengganti Anda, sehingga pekerjaan tidak akan terganggu. Jika tidak ingin dicap sebagai karyawan yang buruk, patuhilah hal tersebut.

Bekerja tanpa strategi karier untuk jangka panjang

“Sebuah rencana jangka panjang akan memberikan visi yang jelas tentang jenis pekerjaan yang Anda cari dan perusahaan mana yang akan memberikan keuntungan pada Anda,” kata pakar HR, Ankit Verma.

Menjalani pekerjaan demi uang semata

Uang bukanlah penjamin pekerjaan yang baik. Mencari pekerjaan yang nyaman dan dapat Anda nikmati jauh lebih penting bagi masa depan Anda.

“Pekerjaan bergaji tinggi biasanya akan menerapkan jam kerja yang panjang. Jadi, sangat penting bagi Anda untuk terus bersemangat menjalani pekerjaan yang Anda pilih,” kata Verma.

Tunduk pada tekanan teman sebaya/orangtua

Jangan biarkan orangtua Anda atau teman-teman memengaruhi keputusan karirr Anda, terutama jika Anda tidak yakin tentang apa yang ingin Anda lakukan.

“Jika Anda pada akhirnya membuat pilihan yang salah dan tidak kompatibel dengan bakat Anda, kualitas kerja pun akan terpengaruh dan mengganggu kesehatan mental dan fisik Anda,” kata Verma.

Minim koneksi

“Setiap pekerjaan memberikan Anda kesempatan untuk bertemu orang baru dan teman baru. Hal ini akan membantu mengembangkan referensi bekerja yang lebih baik ke depannya untuk diri sendiri,” tutur Verma.

Sumber;okezone

Pilih Mana, Bekerja Keras atau Bekerja Cerdas?

Pilih Mana, Bekerja Keras atau Bekerja Cerdas?
SEMUA pekerja yang sedang merintis karier tentunya ingin meraih kesuksesan. Untuk mencapai kata sukses, ternyata tidak cukup dengan bekerja keras saja, Anda pun bisa memilih untuk bekerja cerdas.

Menjadi sebuah konsekuensi logis, bahwa untuk meraih kesuksesan Anda memang dituntut bekerja keras. Itu adalah salah satu nilai lebih yang bakal dilihat oleh perusahaan tempat Anda membangun karier.

Akan tetapi kerja keras hanya sebuah syarat "cukup" untuk berkarier. Bila Anda tidak bisa mengaturnya dengan baik, hal itu justru bakal mendorong Anda menjadi lupa waktu dan terperangkap dalam rutinitas tugas yang tidak bisa dinikmati lagi.

Menjadi hardworker identik dengan berada lebih lama di kantor sejatinya sudah dianggap tidak lagi efisien. Bahkan, hal ini menjadi aktivitas yang memboroskan. Penambahan jam kerja bisa membuat Anda dinilai tidak memiliki manajemen kerja yang baik sehingga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan dengan cepat sesuai jam kerja.

Tidak salah kiranya dengan kondisi itu, para pekerja keras sering mengeluh bahwa kerja keras dan pengorbanan terkadang tidak sepadan dengan hasil yang mereka dapat. Akan lebih membuat kesal jika banyak orang yang lebih santai malah punya karier jauh lebih baik dari apa yang Anda miliki.

Menurut Margaret Steen, seorang ahli karier, jika kerja keras tidak sesuai dengan yang didapat, maka berhentilah menjadi hardworker. Namun, itu bukan berarti Anda bermalas-malasan atau tidak mengerjakan tanggung jawab sebagai karyawan. Berhenti menjai hardworker berarti waktunya Anda mengubah pola dan mekanisme kerja.

Kerja cerdas atau smart worker yaitu pembagian atau manajemen waktu, melakukan pekerjaan lebih efektif dan efisien. Yaitu dengan cara lebih memusatkan perhatian pada pekerjaan.

Dengan fokus pada pekerjaan, semuanya bisa terselesaikan dengan lebih cepat. Hal-hal tidak penting dapat dilakukan usai jam kerja.

Jangan pernah menunda pekerjaan, sikap seperti itu sangat penting tidak diabaikan oleh kita.

Sumber: Diambil dari berbagai sumber

4 Pertanyaan Patut Dihindari Selama Wawancara Kerja

4 Pertanyaan Patut Dihindari Selama Wawancara Kerja
WAWANCARA untuk pekerjaan bisa mengundang rasa cemas. Dari mengumpulkan fakta tentang perusahaan hingga menyusun jawaban dan pertanyaan selama wawancara, Anda tentu butuh persiapan matang.

Ketika wawancara, penting untuk diingat bahwa pertanyaan yang Anda ajukan sama bermaknanya dengan pertanyaan yang mereka ajukan kepada Anda. Ada beberapa pertanyaan yang sebaiknya dihindari selama wawancara kerja, seperti dilansir Shine.

Apakah saya harus bekerja lembur?

Bila bertanya soal kerja lembur, Anda tampak tidak tertarik untuk bekerja pada jam-jam tambahan. Akan lebih baik jika Anda menanyakan kapan biasanya jam kerja ekstra dibutuhkan perusahaan. Anda juga bisa bertanya soal beban dan jam kerja setiap hari, tanpa terlihat tidak fleksibel.

Apakah mungkin saya bekerja secara telecommute?

Jika pihak perusahaan belum menyebutkan tentang telecommuting (bekerja dari rumah dengan komputer tersambung ke kantor) dalam deskripsi pekerjaan atau percakapan sebelumnya, pertanyaan ini akan membuat Anda seperti pemalas. Plus, jika Anda sudah meminta tunjangan besar selama proses wawancara, pewawancara akan menganggap Anda terlalu banyak menuntut. Jika Anda harus telecommute, sebisa mungkin untuk menanyakan hal tersebut belakangan.

Apakah perusahaan menyediakan cuti yang cukup untuk karyawan?

Anda bahkan belum benar-benar diterima bekerja di perusahaan tersebut, jadi sebaiknya tidak menanyakan tentang cuti. Tunggu sampai Anda mendapatkan tawaran pekerjaan, maka Anda akan dapat mengajukan semua pertanyaan, termasuk hari libur dan waktu istirahat.

Berapa lama sampai saya mendapatkan kenaikan gaji?

Membawa topik kompensasi atau penghasilan masa depan sebaiknya dihindari selama wawancara, terutama tahap awal. Waktu yang tepat untuk mendiskusikan atau menegosiasikan gaji Anda atau kenaikannya di masa mendatang adalah saat Anda telah ditawari posisi.

(Diambil dari berbagai sumber)

Terpilih dan Terindah

Terpilih dan Terindah
Kupu-kupu tak pernah tahu warna sayapnya, tetapi orang-orang tahu betapa indahnya dia.

Seperti halnya dirimu, engkau tak tahu betapa indahnya dirimu, tetapi Allah paling mengerti betapa istimewanya engkau di mataNya.

Ketika engkau taat padaNya, ikhlas dengan semua yang kaualami, tetap tersenyum di masa sulit, tegar dalam ujian, dan tetap teguh dalam iman, maka engkau adalah orang yang TERPILIH dan TERINDAH di hadapanNya.

(Sumber: Motivasi Net, Ir. Andi Muzaki, SH, MT)

Hari yang disyukuri

Hari yang disyukuri
Bila Kamu mengisi hati kamu …
dengan penyesalan untuk masa lalu dan kekhawatiran untuk masa depan,
Kamu tak memiliki hari ini untuk kamu syukuri.

Sumber:Motivasi_Net@yahoogroups.com

Mereka katakan dengan bahasa CINTA

Mereka katakan dengan bahasa CINTA
Perkawinan memang memiliki banyak kesusahan,
tetapi kehidupan lajang tidak memiliki kesenangan.
Buka mata kamu lebar-lebar sebelum menikah,
dan biarkan mata kamu setengah terpejam sesudahnya.

(Sumber: Motivasi_Net@yahoogroups.com)

Sahabat Sejati

Sahabat Sejati
Bertemanlah dengan orang yang suka membela kebenaran.
Dialah hiasan dikala kamu senang dan perisai diwaktu kamu susah.
Namun kamu tidak akan pernah memiliki seorang teman,
jika kamu mengharapkan seseorang tanpa kesalahan.

(Sumber:Motivasi_Net@yahoogroups.com)

Kebijakan adalah sebuah cairan

Kebijakan adalah sebuah cairan
Begitu juga Kebijakan, Kebijakan itu seperti cairan,
kegunaannya terletak pada penerapan yang benar,
orang pintar bisa gagal karena ia memikirkan terlalu banyak hal,
sedangkan orang bodoh sering kali berhasil dengan melakukan tindakan tepat.
Dan Kebijakan sejati tidak datang dari pikiran kita saja,
tetapi juga berdasarkan pada perasaan dan fakta.

(Sumber:Motivasi_Net@yahoogroups.com)

Selasa, 22 November 2011

Karet Gelang

Karet Gelang


Suatu kali saya membutuhkan karet gelang, satu saja. Shampoo yang akan saya bawa tutupnya sudah rusak. Harus dibungkus lagi dengan plastik lalu diikat dengan karet gelang. Kalau tidak bisa berabe. Isinya bisa tumpah ruah mengotori seisi tas. Tapi saya tidak menemukan satu pun karet gelang. Di lemari tidak ada. Di gantungan-gantungan baju tidak ada. Di kolong-kolong meja juga tidak ada.

Saya jadi kelabakan. Apa tidak usah bawa shampoo, nanti saja beli di jalan. Tapi mana sempat, waktunya sudah mepet. Sudah ditunggu yang jemput lagi. Akhirnya saya coba dengan tali kasur, tidak bisa.
Dipuntal-puntal pakai kantong plastik, juga tidak bisa. Waduh, karet gelang yang biasanya saya buang-buang, sekarang malah bikin saya bingung. Benda kecil yang sekilas tidak ada artinya, tiba-tiba menjadi begitu penting.

Saya jadi teringat pada seorang teman waktu di Yogyakarta dulu. Dia tidak menonjol, apalagi berpengaruh. Sungguh, Sangat biasa-bisa saja. Dia hanya bisa mendengarkan saat orang-orang lain ramai berdiskusi. Dia hanya bisa melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Itu pun kadang-kadang salah. Kemampuan dia memang sangat terbatas.

Tetapi dia sangat senang membantu orang lain; entah menemani pergi, membelikan sesuatu, atau mengeposkan surat. Pokoknya apa saja asal membantu orang lain, ia akan kerjakan dengan senang hati. Itulah sebabnya kalau dia tidak ada, kami semua, teman-temannya, suka kelabakan juga. Pernah suatu kali acara yang sudah kami persiapkan gagal, karena dia tiba-tiba harus pulang kampung untuk suatu urusan.

Di dunia ini memang tidak ada sesuatu yang begitu kecilnya, sehingga sama sekali tidak berarti. Benda yang sesehari dibuang-buang pun, seperti karet gelang, pada saatnya bisa menjadi begitu penting dan merepotkan.

Mau bukti lain? Tanyakanlah pada setiap pendaki gunung, apa yang paling merepotkan mereka saat mendaki tebing curam? Bukan teriknya matahari.Bukan beratnya perbekalan. Tetapi kerikil-kerikil kecil yang masuk ke sepatu. Karena itu, jangan pernah meremehkan apa pun. Lebih-lebih meremehkan diri sendiri. Bangga dengan diri sendiri itu tidak salah. Yang salah kalau kita menjadi sombong, lalu meremehkan orang lain.

Sumber: Cerita Iman dan Inspirasi Nyata

Orang Miskin yang Kaya

Orang Miskin yang Kaya (Bai Fang Li)
Namanya BAI FANG LI. Pekerjaannya adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.

Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Dia melalang di jalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.

Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.

Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.

Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, di ruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, di ruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.

Bai Fang Li tinggal sendirian di gubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong. Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan.

Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada.

Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat di pundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar di mukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang diperolehnya hari itu.

Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ke tempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu ke mulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga.

Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.

“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….,” jawab anak itu.

“Orang tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.

“Saya tidak tahu…., ayah ibu saya pemulung…. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…,” sahut anak itu.

Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.

Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan.

Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.

Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam 8 malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan membeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.

Ia merasa sangat bahagia sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmm… tapi masih cukup bagus… gumamnya senang.

Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, di tengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.

“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.

Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu. Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.

Bai Fang Li berkata “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan….,” katanya dengan sendu.

Semua guru di sekolah itu menangis….

Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, ia meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesar RMB 350.000 (kurs 1300, setara 455 juta rupiah, jika tidak salah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.

Foto terakhir yang orang punya mengenai dirinya adalah sebuah foto dirinya yang bertuliskan ”Sebuah Cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa”.

Sumber: Cerita Iman dan Inspirasi Nyata

Tangan Ibuku

Tangan Ibuku
Beberapa tahun yang lalu, ketika ibu saya berkunjung, ia mengajak saya untuk berbelanja bersamanya karena dia membutuhkan sebuah gaun yang baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi berbelanja bersama dengan orang lain, dan saya bukanlah orang yang sabar, tetapi walaupun demikian kami berangkat juga ke pusat perbelanjaan tersebut.

Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita, dan ibu saya mencoba gaun demi gaun dan mengembalikan semuanya. Seiring hari yang berlalu, saya mulai lelah dan ibu saya mulai frustasi. Akhirnya, pada toko terakhir yang kami kunjungi, ibu saya mencoba satu stel gaun biru yang cantik terdiri dari tiga helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di bagian tepi lehernya, dan karena ketidaksabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu saya dalam ruang ganti pakaian.

Saya melihat bagaimana ia mencoba pakaian tersebut, dan dengan susah mencoba untuk mengikat talinya.Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu dia tidak dapat melakukannya.

Seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang dalam kepadanya. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata saya yang mengalir keluar tanpa saya sadari.

Setelah saya mendapatkan ketenangan lagi, saya kembali masuk ke kamar ganti untuk mengikatkan tali gaun tersebut. Pakaian ini begitu indah, dan dia membelinya.

Perjalanan belanja telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat terlupakan dari ingatan saya. Sepanjang sisa hari itu, pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di dalam ruang ganti pakaian tersebut dan terbayang tangan ibu saya yang sedang berusaha mengikat tali blusnya. Kedua tangan yang penuh dengan kasih, yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju, membelai dan memeluk saya, dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya, sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling membekas dalam hati saya.

Kemudian pada sore harinya, saya pergi ke kamar ibu saya, mengambil tangannya, menciumnya dan, yang membuatnya terkejut,memberitahukannya bahwa bagi saya kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini.

Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan telah membuat saya dapat melihat dengan mata saya yang baru betapa bernilai dan berharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang ibu. Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri.

Dunia ini memiliki banyak keajaiban, Segala ciptaan Allah yang begitu agung; Tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan ibu.

(Bev Hulsizer)